Kamis, 27 Oktober 2016

Bentuk Syukur Pada Sang Pencipta



Pasar Depok Jaya memang saat ini menjadi pusat dari berbagai kalangan yang datang untuk melakukan aktivitas setiap hari. Sejak pagi hingga malam pasar ini selalu ramai dipadati oleh banyak orang. Keramaian terlihat saat banyaknya pengunjung yang berlalu lalang untuk mencari kebutuhannya masing-masing.
Sore itu kulihat sosok wanita yang sudah tidak lagi muda sedang menengok kanan kiri di sekitarnya sambil mengipas-ngipas dagangannya. Segagang kayu minimalis beserta lembaran plastik yang diikat pada kayu tersebut dikibaskannya agar tidak ada lalat yang hinggap di sekitar dagangannya. Ya, dia adalah Emi, seorang penjual berbagai macam jajanan pasar tradisioanal di area pasar tersebut.
Sejak pagi saat matahari mulai menampakkan sinarnya, ia berangkat ke pasar tersebut untuk berjualan dengan mengayuh sepeda bututnya setiap hari. Jarak yang lumayan jauh dari rumah menuju pasar tempatnya berjualan pun tak jadi penghalang dirinya untuk tetap mencari uang.
Sebelum ia berangkat menuju pasar tempatnya berjualan saat ini. Kue-kue yang akan dijualnya terlebih dahulu ia dapatkan dari orang-orang yang menitipkan kue buatan mereka kepada Bu Emi. Keuntungan yang hanya didapatkannya sebesar dua ratus rupiah per satu macam kue dirasa cukup untuk makan sehari-hari. Ya, pendapatan itu memang tidak terlalu besar, namun ia tetap mensyukurinya.
Ia berjualan di pinggir kios berukuran kecil milik salah satu temannya yang juga seorang pedagang di sana. Sebenarnya kios itu ditempatkan oleh teman Bu Emi dan ia hanya menumpang untuk berjualan di pinggir kios temannya dengan pinggir kios yang lain. Namun, ia harus tetap membayar sewa kios tersebut selama berjualan di sana. Lima belas juta rupiah adalah uang yang jumlahnya tidak sedikit dan tetap harus dibayarnya selama dua tahun sekali.
Suasana di dalam pasar itu memang ramai. Banyak orang berlalu lalang di depannya, namun tak seorang pun ada yang membeli kue-kue Bu Emi. Mungkin karena sudah memasuki waktu sore sehingga kue itu tidak fresh lagi atau mungkin saja sudah banyak debu yang menempel sejak dijualnya dari pagi. Ia mengaku sedih jika kue-kue itu tak habis dijualnya dalam waktu seharian.
Telihat dari wajahnya ia begitu lelah dan mengantuk. Bayangkan ia berjualan dari pagi hingga sore hari. Jika kue tersebut belum habis terjual, seorang temannya dengan senang hati membantu Bu Emi dengan meneriaki pengunjung pasar, “Ayo…ayo… kuenya, gorengannya..” pada saat itu aku lihat Bu Emi sangat senang karena banyak orang-orang mendekatinya untuk membeli kue-kue yang dijualnya, terbukti dengan senyum yang mengembang pada bibirnya.
Sang suami yang sudah tak lagi muda juga masih berusaha mencari nafkah untuk makan sehari-hari berdua dengan Bu Emi. Maklum, anak-anaknya sudah berumah tangga sehingga mereka sudah tidak lagi tinggal bersama orang tua. Kini Bu Emi dengan sang suami pun harus tetap bertahan hidup dengan mencari uang, meskipun Bu Emi harus berjualan jajanan pasar tradisional.
Saat ini jajanan pasar tradisional mungkin sudah tidak lagi banyak diminati. Akan tetapi, Bu Emi tetap optimis bahwa rezeki sudah diatur setiap hari oleh Sang Pencipta.

2 komentar:

  1. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa bermanfaat dan berguna bagi orang lain kan mba?

    BalasHapus
  2. Intinya harus selalu bersyukur kak

    BalasHapus