Kamis, 27 Oktober 2016

Ketika Sang Merpati Merelakan



Pagi pun tiba, Riris terbangun dari tidurnya dan langsung bersiap-siap untuk mandi dan pergi ke sekolahnya. Saat tiba di sekolahnya dan berjalan menuju koridor sekolah, dia bertemu dengan Rendy, sahabatnya. Mereka pun sama-sama menghampiri untuk sekedar menyapa. Lalu, Rendy pun mengawalinya.

“Hai Ris, tumben datang pagi-pagi, hahaha,” ujar Rendy yang sedang mencoba meledeki Riris.
“Iya nih Ren, biasa, kadang-kadang suka kepagian kadang juga kesiangan, jangan ngeledek deh,” jawab Riris. Rendy pun hanya tertawa-tawa.

            Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba bel masuk berbunyi. Teeetttttttt.... teeetttttttt...... lalu mereka pun berlari menuju kelas.

            Pada saat pelajaran dimulai, Rendy yang sejak dulu mengagumi Riris, terus memandangi gadis impiannya yang duduk di sebelah mejanya itu tanpa berkedip. Dengan senyuman manisnya ia memandang Riris. Tak sadar jika pelajaran sedang berlangsung, ia pun ditegur oleh Pak Arman.

“Rendy!!!!!!!!! Kamu sedang senyum-senyum dengan siapa?” ujar Pak Arman.
“A..... A.... Anu Pak, enggak kok enggak. Saya lagi merhatiin pelajaran bapak,” jawab Rendy.
“Oh jadi pelajaran saya itu lucu, begitu?! Mau kamu jadikan bahan tertawaan?!!!!” ujar Pak Arman lagi dengan nada sedikit marah.
“Enggak Pak, bukan begitu maksud saya. Maaf Pak, enggak akan saya ulangi lagi Pak,” jawab Rendy dengan raut muka memelas. Rendy berkata dalam hatinya, “Aduh, salah lagi dah gue.”

            Ketika Pak Arman mengeluarkan amarahnya, semua murid pun melihat ke arah Rendy. Begitu juga dengan Riris. Namun, saat Pak Arman keluar dari kelas, Riris segera melirik Rendy lagi dan justru menertawakannya.

“Apa lo Ris, senang lihat gue dimarahi Pak Arman?” ujar Rendy.
“Hahaha, lagian sih lo Ren, aneh deh, masa pelajaran Pak Arman lo senyam-seyum,” jawab Riris sambil tertawa.
“Bukan begitu maksud gue Ris. Gue tuh tadi lagi lihat burung-burung yang lagi pada terbang di luar. Lucu pada berbaris gitu,” jawab Rendy lagi dengan cara ngelesnya.
“Ah udah deh, makin ngaco aja sih lo Ren, hahaha. Eh, mending lo temenin gue makan di kantin,” ujar Riris.
“Oohhhh, ceritanya lo lagi kode biar gue yang bayarin lo makan, gitu?” ujar Rendy.
“Eh, enak aja lo. Emang lo fikir gue enggak punya uang? Terlalu peka sih lo jadi orang,” jawab Riris dengan nada kesal.
“Cieeeeee.... ngambek nih yeee,” ledek Rendy.
“Rendy!!!!!!!!” ujar Riris yang sambil berlari mengejar Rendy.

            Sesampainya di kantin, Rendy sudah duduk dan sedang menunggu kedatangan Riris. Lalu Riris menghampirinya dan duduk di hadapan Rendy.

“Aduh capek gue ngejar lo. Lari lo cepat sekali Ren,” ujar Riris.
“Udah-udah. Istirahat dulu, duduk dulu, tarik nafas lalu buang dulu, hahaha,” jawab Rendy si tukang ngeledek.
“Gue yang pesan deh, lo mau makan apa?” ujar Rendy lagi.
“Gue pesan makanan dan minuman yang sering gue pesan deh Ren,” jawab Riris.
“Okedeh, siap Tuan Putri, sebentar ya,” jawab Rendy sambil bernada meledek lagi.

            Saat sedang menunggu Rendy memesan makanan serta minuman yang dipesan oleh mereka. Kemudian, Sinta datang menghampiri Riris dan bergabung bersama mereka.

“Hey Ris, sendirian aja,” ujar Sinta.
“Enggak Sin, gue lagi nunggu Rendy pesan makanan,” jawab Riris.
“Oh, gue fikir lo sendiri. Kalo gitu gue pindah tempat aja ya ke meja sebelah sana,” ujar Sinta sambil menunjuk meja yang kosong.
“Ehhh, jangan Sin. Sini aja gabung bareng gue dan Rendy,” jawab Riris.
“Iya jangan Sin. Gabung bareng kita aja,” imbuh Rendy yang baru datang dan sedang meletakkan makanan dan minuman mereka.
“Tuh, Rendy juga enggak keberatan kok kalau lo ikut gabung Sin,” imbuh Riris lagi.
“Aduh gue jadi enggak enak nih ganggu kalian, maaf ya,” ujar Sinta.
“Loh kok minta maaf Sin? Kita semua kan teman dan enggak ada yang salah kok, ya walaupun beda kelas,” jawab Riris. Lalu, Sinta tersenyum.

Ya, memang Sinta teman Riris dan Rendy. Mereka bertemu saat perkenalan siswa baru dan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS). Namun, saat MOS itu berakhir, kemudian mereka terpisah. Rendy bersama Riris disatukan dalam kelas A dan Sinta berada dalam kelas B.
Saat sudah selesai makan, mereka pun tertawa sambil membicarakan apa saja yang ada dalam fikirannya. Namun, Sinta merasa iri terhadap Riris yang bisa begitu dekat degan Rendy, cowok yang dikaguminya sejak awal masuk sekolah. Asyiknya mengobrol sampai mereka lupa bahwa bel istirahat telah berbunyi dan menandakan mereka harus masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Seusai pulang sekolah, Sinta berjalan menghampiri Riris yang sedang duduk menunggu abang Go-Jek pesanannya.

“Ris, belum pulang?” ujar Sinta.
“Belum nih, lagi nunggu jemputan. Lo sendiri enggak pulang?” jawab Riris.
“Gue lagi bawa motor nih, kebetulan. Bareng gue aja yuk Ris,” Sinta menawarkan.
“Enggak usah Sin, gue lagi nunggu abang Go-Jek nih hehe kasihan kalau gue cancel,” jawab Riris lagi.
“Oke kalau gitu. Oh ya, nanti sore lo ada di rumah Ris?” tanya Sinta.
“Ada kok Sin, main aja ke rumah,” balas Riris.

            Ketika mereka masih asyik ingin melanjutkan obrolannya, tiba-tiba...... abang Go-Jek pun datang. Lalu Riris pamit dan melambaikan tangannya ke arah Sinta.
            Jam dinding menunjukkan angka 16.00 sore. Seperti obrolan tadi siang bersama Riris, Sinta pun segera bersiap menuju rumah Riris yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Sekitar 15 menit waktu tempuh yang dibutuhkan untuk sampai ke sana.

            Bel rumah berbunyi nyaring. Ting... tong.... Riris sudah mengetahui siapa yang datang ke rumahnya dan langsung membukakan pintu.

“Hai... Sin.... Masuk sini,” sapa Riris.
“Assalamualaikum....” ujar Sinta
“Waalaikumsalam.....” balas Riris
“Silakan kuenya dimakan Sin, ini minumnya ya,” ujar Riris sambil menggeser minuman ke arah Sinta.
“Ya, Ris. Ih gue jadi ngerepotin nih,” ujar Sinta.
“Udah seharusnya kok tamu disuguh makanan, hehehe,’ jawab Riris tersenyum.
“Eh iya, pasti lo mau curhat ya?” imbuh Riris sambil nyengar-nyengir.
“Hehehe kok lo tau sih Ris,” jawab Sinta tersipu malu.
“Iya kan lo miss curhat. Mau curhat tentang siapa sih?” tanya Riris menggoda.
“Hmmm... Kok lo bisa sedekat itu sih sama Rendy?” ujar Sinta.
“Oooooo... Jadi lo suka sama Rendy, Sin?” tanya Riris sambil tertawa.
“Eng... Enggak. Bukan gitu Ris, gue kan Cuma tanya,” jawab Sinta penuh malu.
“Udah. Jujur aja Sin. Mau gue comblangin nih?” ujar Riris.
“Ah Riris bisa aja deh,” jawab Sinta.
“Serius gue. Sin, gue itu sama Rendy sahabat banget lah jadi Rendy pasti mau kok,” ujar Riris lagi.

            Tanpa menjawab lagi, Riris pun sudah bertekad ingin mendekatkan Sinta dengan Rendy. Lalu, Sinta hanya bisa terdiam dan mendengarkan ocehan temannya yang bawel itu.
            Keesokan paginya, saat jam istirahat di dalam kelas, Rendy menghampiri Riris yang sedang sibuk dengan catatan pelajaran yang sudah tertinggal jauh. Lalu Rendy pun menggoda dan mengajaknya makan di kantin. Namun, Riris menolaknya karena banyak catatan yang harus ia selesaikan.
            Saat Rendy berada di sebelahnya, Riris menceritakan semua obrolannya dengan Sinta kemarin sore di rumahnya. Alangkah terkejutnya Rendy mendengar bahwa ia akan didekatkan dengan Sinta.

“Ah yang benar aja lo, Ris. Masa gue dekat sama dia,” ujar Rendy kesal.
“Ren, enggak ada salahnya kan lo dekat sama dia? Kalian kan sama-sama jomblo dan kita semua teman kok, apalagi lo sahabat gue banget Ren, sampai kapan pun gue anggep lo itu sahabat,” jawab Riris.
            Mendegar jawaban Riris, Rendy pun merasa patah hati. Ternyata selama ini, Riris hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat sampai kapan pun. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Riris bahwa enggak ada salahnya juga kalau Rendy mencoba mendekati Sinta.
            Setelah tiga bulan masa pendekatan, akhirnya mereka resmi berpacaran. Berita itu pun sampai juga ke telinga Riris. Namun, Riris merasa sedih, karena waktu Rendy untuknya yang sebagai sahabat kini harus rela dibagi untuk kekasihnya. Tak mengapa baginya, ia merasa lega ternyata usahanya untuk mendekatkan mereka tak sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar